Text
Reformasi “Birokrasi Amplop”: Mungkinkah?
Kajian administrasi publik berkembang lebih cepat paska diterapkannya otonomi daerah. Tuntutan reformasi birokrasi menjadi hal yang niscaya dimasa-masa setelahnya. Namun terkadang impian perubahan tidaklah semudah mimpi yang sering diputar di meja-meja kajian. Sistem dan banyaknya “oknum” administrator turut menjadi kendala pelik dalam reformasi birokrasi. Sistem dan oknum yang lebih pro kepada market/pasar cenderung mengesampingkan kepentingan publik. Tak heran, banyak air mata rakyat yang harus tumpah karena “ketidakpedulian” elit, mereka menjerit dan “nerimo” dengan segala keadaannya. Semua karena memang publik tak berdaya. Sampai disinilah diperlukan komitmen elit untuk lebih berpihak kepada rakyat. Komitmen inilah yang melahirkan “rasa mau mendengar” dari “kemauan publik”. Suara publik dihadapkan elit dan decision makers bagaikan emas, intan, bahkan lebih dari itu, ia melantun seperti lantunan indah syair sang Shakespeare.
Pertanggungjawaban juga bukan hal yang main-main dalam reformasi birokrasi. Aparat pemerintah dengan segala kewenangannya harus mampu dan mau secara transparan mempertanggungjawabkan apa yang akan dan telah dilakukannya. Setiap aktifitas pemerintah harus dapat diukur keberhasilannya, pemerintah harus mempublish indikator dari aktifitasnya sehingga publik dapat mengetahui bahwa pemerintah benar-benar “bersih”, dan “ikhlas” melakukan aktifitas untuk menyejahterakan publik. Sekelumit hal di atas dapat ditemukan dalam buku ini, sehingga perspektif dalam buku ini diharapkan dapat memperkaya “bacaan kritis” untuk mencermati fenomena administrasi publik di Indonesia.
B00078 | 352.3598 IND r | My Library | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain